
Galeri
Klik gambar untuk memperbesarA. Manajemen Konservasi
Kegiatan konservasi hutan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan meliputi:
(1) pengukuran erosi, (2) pemantauan kualitas air, (3) pemantauan ketinggian sungai, (4) inventarisasi satwa liar, (5) analisis vegetasi, (6) analisis kimia tanah dan penyuluhan kepada masyarakat setempat tentang konservasi.
Kegiatan tersebut dilakukan secara berkesinambungan, dengan laporan yang disusun dan dilaporkan ke Institusi terkait secara berkala. Kegiatan pemantauan dimaksudkan untuk memberikan masukan langsung dalam kegiatan pengelolaan hutan.
Perusahaan juga melakukan identifikasi terhadap Hutan ber-Nilai Konservasi Tinggi (HCVF) untuk menentukan habitat-habitat kritis bagi satwa liar dan membantu merumuskan kebijakan pengelolaan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, konservasi air, zona penyangga riparian, pelestarian situs dan kegiatan konservasi hutan khusus lainnya.
PT. ED telah mengidentifikasi Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF) bekerjasama dengan Konsorsium Indonesia Resource yang merupakan gabungan tim ahli multi-profesional dalam bidang lanskap, konservasi, hidrologi, tanah, dendrologi, ilmu sosial dan satwa liar. Studi HCVF dilaksanakan pada bulan Oktober 2007. Hasil studi telah diintegrasikan ke dalam persyaratan Sertifikasi FSC dan dievaluasi oleh Badan Sertifikasi FSC/Nepcon.
Observasi dan Analisis Lapangan PT. ED menghasilkan dua kelompok kawasan hutan sebagai kawasan HCVF dan kategori Non HCVF. Kajian kawasan HCVF dianggap berpotensi keberadaan spesies langka atau terancam punah Orangutan (Pongo pigmaeus), Trenggiling (Manis javanica) Owa (Hylobates albibarbis), Kukang (Nycticebus menagensis), Musang (Cynogale bennettii) dan spesies rentan lainnya seperti Beruang Madu (Helarctos malayanus), Berang-berang (Lutrogale perspicillata), Lutung Merah (Presbytis rubicunda) dan Binturong (Arctictis binturong). Dalam rangka menjaga habitat satwa yang terancam punah dan rentan tersebut di atas, operasional penebangan hutan dilakukan secara dengan prinsip “penuh kehati-hatian”.
Rekomendasi pelaksanaan pengelolaan hutan dengan penuh kehati-hatian adalah sebagai berikut :
1) Rencana operasional produksi harus berdasarkan prinsip-prinsip HCVF, Reduced Impact Logging dilaksanakan secara lebih baik dan benar.
2) Semua kawasan HCVF yang teridentifikasi harus dikelola berdasarkan prinsip penuh kehati-hatian untuk memastikan keberadaan HCVF dengan pertimbangan lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya.
3) Pengelolaan kawasan Non HCVF harus mempertimbangkan karakter lingkungan untuk meminimalkan keberadaan ekosistem yang terdegradasi.
Areal kerja yang teridentifikasi sebagai HCVF telah disosialisasikan kepada karyawan dan masyarakat untuk melaksanakan operasional penebangan secara hati-hati. Disamping itu, Perusahaan juga telah menyusun rencana pengelolaan HCVF :
• Kekayaan keanekaragaman hayati dan ekosistem penting
• Peran DAS dalam menyediakan jasa lingkungan
• Identifikasi fungsi budaya dan komunitas lokal
B. Analisis Vegetasi (ANVEG)
Analisis vegetasi adalah kegiatan pengambilan dan pengolahan data semua jenis vegetasi/ tumbuhan, termasuk juga tumbuhan bawah pada suatu lokasi pengamatan (Virgin forests/LOA) untuk mengetahui kondisi tegakan menyangkut jenis , kerapatan, frekuensi dan dominasinya.
Kegiatan analisis vegetasi dilakukan di beberapa tempat yang mewakili areal konservasi seperti di kebun bibit, kantong satwa, Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah KPPN, hutan adat, sempadan sungai, buffer zone, kelerengan diatas 40%, dan hutan lindung. Untuk areal log over area diwakili oleh beberapa lokasi di RKT eks penebangan. Kegiatan analisa vegetasi dilakukan untuk memantau pergerakan regenerasi hutan ketika sesudah dilakukan penebangan, selain itu kegiatan analisis vegetasi dilakukan untuk memantau kegiatan penebangan dengan sistem Reduced Impact Logging (RIL) terhadap tingkat kerusakan hutan. Data-data tersebut dapat dibandingkan dengan kondisi hutan yang tidak dilakukan penebangan yaitu pada areal/kawasan konservasi.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi di areal bekas tebangan serta areal yang tidak dilakukan penebangan sebagai pembandingnya, maka diperoleh kerapatan dan frekuensi rata-rata per hektar untuk semua jenis pada tingkat pohon, pancang, semai dan tumbuhan bawah. Untuk memudahkan dalam menganalisis kondisi tegakan tinggal / LOA digunakan Indek Kelimpahan Jenis (H’), Indek Kekayaan Jenis (Dmg) dan Indek Kemerataan Jenis (E), sehingga dapat diketahui kondisi tegakan tinggal apakah sudah pulih seperti sebelum dilakukan penebangan.
Indek Kelimpahan Jenis akan maksimal jika seluruh jenis yang ada mempunyai jumlah individu yang sama sehingga kelimpahannya tidak sempurna. Dan Indek Kelimpahan Jenis akan bernilai 0 jika hanya ada satu jenis saja dalam suatu petak. Kelimpahan jenis ditentukan oleh besarnya frekuensi, kerapatan dan dominansi setiap jenis. Tingkat dominasi suatu jenis terhadap jenis lain ditentukan berdasarkan nilai Indek Nilai Populasi (INP), volume biomassa, persentase penutupan tajuk, banyaknya individu dalam suatu luasan bidang dasar serta kerapatan. Frekuensi suatu jenis menunjukkan
penyebaran suatu jenis dalam suatu areal, maka semakin besar frekuensi menunjukkan persebaran semakin merata. Kerapatan suatu jenis menunjukkan jumlah dan banyaknya jenis persatuan luas, jika makin besar kerapatan maka makin banyak individu jenis tersebut dalam satuan luas. Dominansi suatu jenis menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain. Jika suatu areal didominasi jenis tertentu saja maka areal tersebut memiliki keanekaragaman jenis yang rendah.
Indek Kekayaan Jenis yang semakin besar cenderung menggambarkan kestabilan suatu ekosistem karena daur biomassa tetap berlangsung dengan normal dan alami. Faktor yang mempengaruhi besarnya nilai Indek Kekayaan Jenis adalah jumlah jenis penyusun tegakan dan jumlah total dari seluruh jenis penyusun tegakan tersebut dengan perbandingan terbalik yang mana semakin banyak jenis penyusun suatu tegakan dan semakin sedikit jumlah individu penyusun tegakan tersebut maka semakin kaya akan jenis tegakan tersebut. Hal tersebut berhubungan dengan kestabilan ekosistem dalam menjaga kondisi faktor-faktor penyusun tegakan itu sendiri secara alami.
C. Analisis Satwa Liar (ANSAT)
Analisis Satwa adalah suatu kegiatan pengambilan dan pengolahan data semua jenis satwa pada satu lokasi pengamatan di areal Virgin Forest dan Log Over Area (LOA) untuk mengetahui jumlah spesies dan keragaman jenisnya. Kegiatan pemantauan satwa liar dilakukan di beberapa tempat sebagai perwakilan areal Kawasan Konservasi, yaitu kebun bibit (ASDG), kantong satwa, Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), hutan adat, sempadan sungai, buffer zone, kelerengan 40% up dan hutan lindung. Untuk areal LOA diwakili oleh beberapa lokasi di RKT eks penebangan. Kegiatan pemantauan satwa liar dilakukan untuk memantau pergerakan satwa liar di seluruh areal perusahaan. Baik di areal Kawasan Konservasi maupun areal LOA. Data-data pemantauan satwa dapat menjawab sejauh mana terganggunya habitat satwa dari kegiatan operasional penebangan.
Jumlah jenis satwa liar yang dijumpai di beberapa lokasi areal hutan alam produksi PT. Erna Djuliawati cukup bervariasi, dimana jumlah jenis satwa liar tertinggi terdapat di lokasi Kantong Satwa, Hutan Adat, Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah (KPPN) dan Areal Sumber Daya Genetik ( ASDG). Hal ini karena kondisi alamnya yang masih utuh, kurangnya gangguan manusia dan banyak tersedia pakan satwa. Di lokasi LOA mempunyai jumlah jenis yang tidak jauh berbeda dengan di lokasi Kawasan Konservasi diakibatkan oleh cepatnya regenerasi hutan yang berangsur kembali seperti mendekati kondisi hutan umumnya.
Untuk mengetahui jenis dan jumlah satwa dilakukan dengan pengamatan satwa metode pendataan jalur berpetak. Pengamatan satwa liar yang akan diinventarisasi di pilah berdasarkan ukuran dan sifat jenis spesiesnya, yaitu jenis spesies primata, spesies mamalia, spesies rodentia, spesies reptilia, spesies ikan dan jenis lainnya.
Satwa temuan hasil kegiatan pemantauan satwa diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan literatur (Buku identifikasi, jurnal, internet dan buku lain yang mendukung identifikasi jenis) setelah mendapatkan nama jenisnya maka semua satwa yang ditemukan diidentifikasi status perlindungannya menurut CITES, IUCN dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor P.106/MENLHK/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas PermenLHK No.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, sehingga dapat diidentifikasi jenis satwa tidak dilindungi, dilindungi, endemik dan langka.
D. Perlindungan dan Keamanan Hutan
Perusahaan telah mengembangkan program perlindungan dan penanggulangan kebakaran hutan yang bertujuan untuk meminimalkan risiko kebakaran hutan yang disebabkan oleh aktivitas manusia atau peristiwa alam. Aktivitas perlindungan meningkat selama musim kemarau. Tim Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Brigdalkarhutla) dibentuk dan dilatih secara profesional oleh otoritas. Regu Inti Brigdalkarhutla sebanyak 3 tim dengan jumlah 15 orang/tim. Regu inti telah melaksanakan pelatihan dasar pengendalian kebakaran hutan dan lahan bekerjasama dengan Manggala Agni Wilayah Kalimantan. Tim-tim ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana pemadam kebakaran seperti perlengkapan personil, perlengkapan regu, peralatan tangan, peralatan mekanis, kendaraan khusus pemadam dan peralatan komunikasi sehingga mereka dapat merespon dengan cepat dan efektif untuk setiap situasi kebakaran.
Salah satu kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan perusahaan adalah memberikan informasi kepada masyarakat sekitar hutan tentang bahaya kebakaran hutan. Rambu peringatan juga dipasang di sepanjang jalan dan tempat-tempat umum untuk memperingatkan bahaya kebakaran hutan.
Untuk mempersiapkan keadaan darurat kebakaran, area penampungan air (Embung air) dipelihara di seluruh area konsesi dan area patroli berkala dilakukan untuk memeriksa risiko kebakaran. Perusahaan juga memantau sistem deteksi dini yang tersedia melalui internet (situs sipongi.menlhk.go.id), yang mengidentifikasi titik api dari data penginderaan jauh, dan menggabungkan informasi ini dengan patroli darat secara berkala ke area titik api yang diprediksi.